BATUMULIA MASA YANG AKAN DATANG


Batu mulia mempunyai nilai yang makin hari makin meningkat. Hal ini mudah dimengerti mengingat batu mulia termasuk salah satu sumber daya alam yang tidak terbaruhi dan cadangan terbatas. Dengan demikian, jika batu mulia alam menjadi semakin langka, maka batu mulia yang termasuk bernilai rendahpun akan meningkat harganya.
Karena nilainya, tidak ada salahnya apabila jauh-jauh sudah dipikirkan pembentukan perkumpulan, perhimpunan atau asosiasi, misalnya asosiasi atau ikatan ahli batu permata Indonesia (Gemologist Association of Indonesia atau Indonesia Gemologist), dan lain-lain. Dengan harapan, bahwa asosiasi inilah yang intinya mampu mendidik dan melahirkan ahli-ahli batu mulia atau batu permata dan pengrajin batu mulia berkualitas yang mampu mengimbangi mereka yang berada diluar negeri. Ahli-ahli batu mulia atau batu permata Indonesia kelak diharapkan dapat memberikan sertifikat setiap butir permata atau batu permata yang dijadikan agunan bank atau yag diperjual belikan. Diharapkan pula tanda tangan ahli-ahli batu permata Indonesia ini kelak dipercaya dan menjadi jaminan keaslian dari sebutir permata atau batu permata. Sejalan dengan gagasan tersebut maka perlu segera dipersiapkan peralatan laboratorium pengujian batu permata atau permata dan mendirikan kader-kader gemologist, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan informal yang telah diakui oleh gemologist internasional atau oleh pemerintah.
Umumnya pendidikan gemologi (di luar negeri) merupakan gabungan antara pendidikan formal dan informal, artinya koordinasi atau managemen dipegang oleh asosiasi, sedangkan penyelenggaranya diperguruan tinggi (tempat dan tenaga pengajar serta fasilitas laboratorium). Untuk mendidik seseorang menjadi gemologist diperlukan waktu relatif lama untuk orang awam, dan relatif singkat bagi mereka yang sudah memiliki latar pendidikan ilmu geologi, terutama mineralogist. Hal ini disebabkan seorang geologist sudah tidak asing lagi dengan formasi batuan, genesa bijih (ore genesis), genesa batuan (petro genesis), mineralogi, kristalografi dan subyek lain yang erat kaitannya dengan ilmu gemologi.
Nilai harfiah dari batu mulia atau batu permata (intan, rubi, jamrud, opal dan lain-lain) dan berdasarkan selera atau kepercayaan, membuat pemerintah merasa perlu turun tangan memperhatikan perkembangan batu mulia ini. Itulah sebabnya sejak 1985 dibentuk satuan kerja Eselon IV yang khusus menangani permasalahan batu mulia di Indonesia. Khususnya inventarisasi dan eksplorasi batumulia. Sejak tahun 1985 istilah batu mulia sudah resmi digunakan pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertambangan dan Energi, yang mencakup batu permata, batu setengah permata, batu ramen, atau batu hiasan dan suiseki.
Hingga kini sudah 7 tahun lamanya pemerintah menangani inventarisasi dan eksplorasi batu mulia di Indonesia, namun hasilnya belum dapat dirasakan dan dimanfaatkan. Hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya,
Ø Dana yang sangat terbatas dalam melakukan inventarisasi dan eksplorasi.
Ø Berbeda dengan mineral industri umumnya maka batu mulia biasanya terletak atau terdapat di daerah yang sulit dicapai.
Ø Belum ada ahli batu mulia terdidik secara formal yang memiliki sertifikat yang diakui secara internasional.
Ø Nilai yang tinggi dari batu mulia sering membuat para petugas lupa akan tugas dan fungsinya sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang selalu diikrarkan setiap tanggal 17, dan masih banyak lagi.

Umumnya para pengrajin atau penambang batumulia mengetahui lokasi/keterpadatan batumulia berdasarkan data lama atau dari mulut ke mulut. Misalnya keterpadatan opal di Lebak (1959), krisopras di Garut (1955 dan 1980), Amethist di Kalimantan Tengah dan Lampung (sebelum 1945), Garnet di Air Abu/Alahan Panjang (1965), bermacam-macam Kalsedon dan agat di Sukabumi, Tasikmalaya, Pacitan, dan Tirtomoyo (sebelum perang dunia II), Intan di Kalimantan (1880-an) dan sebagainya.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.