SEJARAH BATU MULIA
Kapan
sebenarnya untuk pertama kali manusia mengenal batu mulia atau batu permata?
Jawabnya sulit dinyatakan dengan angka tahun, karena di Asia dan Eropa, sejak 1.000
tahun yang lalu, orang sudah mengenal batu mulia (berdasarkan penemuan
sejarah). Jadi sebenarnya sejak manusia untuk pertama kalinya mengenal batu,
sejak itu mereka mengenal batu mulia. Dengan kata lain batu mulia dikenal oleh
manusia sejak zaman neolitik atau manusia neolitiklah.
Mungkin
batu mulia dikenal pertama kali karena sifat kekerasannya, sehingga dapat
digunakan sebagai alat pemotong atau senjata. Kemudian mereka juga mengetahui
bahwa sebagian batu mulia, yang umumnya dari jenis kuarsa atau agate, bila
berbenturan dapat memercikkan api dan dapat membakar benda kering disekitarnya.
Mungkin dari sifat-sifat inilah timbul kepercayaan bahwa Batu Mulia itu sakti
karena dapat mengeluarkan api dan juga dapat digunakan untuk memotong benda
lain.
Untuk
menjaga agar benda sakti tersebut tidak tercecer, ketinggalan atau agar dapat
digunakan sewaktu-waktu, maka selalu dibawa-bawa kemana mereka pergi. Apabila
selalu dipegang tentunya gerakan tangan tidak leluasa, sehingga diikat, baik
sebagai sabuk (ikat pinggang) atau kalung. Jadilah benda tersebut perhiasan,
disamping sebagai senjata dan jimat (benda sakti). Mungkin dari sinilah awal Batu
Mulia dibuat atau dijadikan perhiasan atau permata yang sekaligus juga sebagai
jimat.
Sudah
barang tentu pada awalnya batu yang diikat sebagai kalung atau ikat pinggang
tidak dalam bentuk aslinya, mungkin sudah dipertajam sebagian sisi atau sudutnya
(buat senjata). Jelas bila mereka menemukan batuan yang besar dan berat tidak
mungkin membawanya kemana mereka pergi. Meskipun manusia purba itu termasuk
primitif (bodoh), namun mereka juga punya akal, batu yang berat dan besar
tersebut dipecah atau diperkecil sehingga memungkinkan untuk dibawa ke
mana-mana agar dapat digunakan sewaktu-waktu.
Sebagaimana
diketahui (sekarang) bahwa batuan atau mineral mempunyai bidang belah atau
kadang-kadang berlapisan, sehingga pada waktu diperkecil atau pecah menimbulkan
bentuk-bentuk aneh. Sebagai manusia, meskipun termasuk manusia purba atau
primitif. Mereka tentunya memiliki rasa keindahan, sehingga waktu mereka
memecah batu juga membuat bentuk-bentuk yang aneh yang sesuai dengan selera.
Mungkin dari sinilah titik awal dimulainya kerajaan batu mulia atau lapidarist.
Jadi kesimpulannya seseorang sebagai gemologist dan lapidarist sebenarnya berguru kepada manusia purba atau
manusia neolitik.
Berbicara bagaimana manusia menilai batu mulia
yang lebih banyak dititik beratkan kepada rasa, selera, kepercayaan dan mungkin
juga kelebihan uang, beberapa contoh di bawah ini mungkin dapat diterima
sebagai gambaran nyata.
Ø Ada orang
yang bersedia menukar merah delima sebesar kacang tanah dengan mobil bebby benz
(kepercayaan dan kelebihan uang).
Ø Richard
burton memberikan cincin kawin untuk Elizabeth Tailor seharga US$ 150.000 atau
kira-kira Rp. 300 juta (rasa cinta dan kelebihan uang)
Memang
sulit untuk menilai sebuah batu mulia atau batu permata, karena banyak faktor
yang mempengaruhi. Sebagai seorang gemologist tentu kita akan menilai sebuah batu permata berdasarkan
klasifikasi dan hasil pengujian, antara lain keaslian (alami), kekerasan,
keindahan, kelangkaan, dan kemurnian. Batu mulia yang asli lebih mahal dari
pada batu mulia sintetis, meskipun batu mulia sintetis kadang-kadang lebih
indah. Makin keras batu mulia makin mahal harganya, demikian pula batu mulia
yang langka terdapat di alam makin tinggi nilainya. Bila batu mulia tersebut
indah, baik warna maupun bantuknya, jelas nilainya juga tinggi. Demikian pula
batu mulia yang murni atau tanpa cacat juga lebih mahal.
0 komentar:
Posting Komentar